materi pengantar ilmu logika
Dasar-
Dasar Logika
A. Arti Logika
Kata Logika berasal dari bahasa Yunani
Logike dari kata Logos artinya ucapan atau pengartian. Ucapan berarti yang
diucapkan, dilisankan, disebutkan. Ucapan merupakan hasil proses berpikir.
Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan
sesuatu. Kata pengartian berarti proses, cara, perbuatan memberi arti. Dengan
demikian maka logika merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan
lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika dengan demikian bersangkut paut
dengan pengetahuan tentang kaidah berpikir Kaidah berpikir artinya rumusan
asas-asas yang menjadi hukum atau aturan yang tentu yang menjadi patokan dalam
berpikir. Dengan kata lain logika adalah ajaran tentang berfikir tertib dan
benar, atau perumusan lebih teliti, ilmu penarikan kesimpulan dan penalaran
tanpa meninggalkan keabsahan. Logika tidak menelaah urutan berfikir sebagai
gejala psikologi dan tidak pula mempersoalkan isi pemikiran, tetapi
mempermasalahkan tata tertib yang harus menjadi panutan jalan pemikiran agar
memperoleh hasil yang benar.
B. Sejarah Penggunaan
Logika
Logika lahir bersama-sama dengan
lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta
pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah
pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.
Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara
tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai
cabang matematika.
Masa Yunani kuno
Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang
meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan
berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.
Thales mengatakan bahwa air adalah
arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu
Thales telah mengenalkan logika
induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai
ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan
bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta
dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe
alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
Air jugalah uap
Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala
sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe
alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf
mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis[1]
beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan
saran-saran dalam bidang ini. Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan
analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika
yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang
masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Buku Aristoteles to Organon
(alat) berjumlah enam, yaitu:
- Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
- De interpretatione tentang keputusan-keputusan
- Analytica Posteriora tentang pembuktian.
- Analytica Priora tentang Silogisme.
- Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
- De sophisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang
menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Istilah
logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada
masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang
mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae,
salah satu buku Aristoteles.Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam
bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya.Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae.
Masa Abad pertengahan dan logika modern
Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan.Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika. Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:Petrus Hispanus 1210 - 1278). Roger Bacon 1214-1292. Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian. William Ocham (1295 - 1349)
Pengembangan dan penggunaan logika
Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding.
Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum
Organum Scientiarum. J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran
induksi dalam bukunya System of Logic. Lalu logika diperkaya dengan
hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti: Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna
dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi
dan lebih mempertajam kepastian. Menyusul kemudian tokoh-tokoh pengembang
logika seperti George Boole (1815-1864), John Venn (1834-1923) dan Gottlob Frege (1848 - 1925). Lalu Charles
Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah
mengajar di John
Hopkins University,melengkapi
logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's
Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general
theory of signs)
Puncak kejayaan logika simbolik
terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan
karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970). Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig
Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.
C. Pembagian Logika
Secara
hakiki logika dapat dibagi menjadi dua macam yaitu logika alamiah (kodratiah) dan logika
Ilmiah (Logika Saintifika). Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia
yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan
logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika
ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus
yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat
pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat,
lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk
menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
Logika
ilmiah memiliki dua cabang kajian, yakni logika sebagai ilmu pengetahuan dan
logika sebagai cabang filsafat. Logika sebagai ilmu pengetahuan merupakan sebuah ilmu
pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya
penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran
yang ditinjau dari segi ketepatannya.
Logika sebagai
cabang filsafat adalah
sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
D. Guna Logika
Logika dipelajari agar orang yang
mempelajarinya memiliki kecerdasan logika dan mampu secara cerdas menggunakan
logikanya. Kecerdasan logika adalah kemampuan untuk memecahkan suatu masalah
atau menjawab suatu pertanyaan ilmiah. Dalam hubungan ini logika digunakan
untuk memecahkan suatu masalah saat seseorang menjabarkan masalah itu menjadi
langkah-langkah yang lebih kecil, dan menyelesaikannya sedikit demi sedikit,
serta membentuk pola/ menciptakan aturan-aturan (rumus). Logika juga digunakan agar mampu
menggunakan metode
ilmiah dalam menjawab
suatu pertanyaan. Metode ilmiah ini secara singkat berarti membuat hipotesa, menguji hipotesa dengan mengumpulkan
data untuk membuktikan atau menolak suatu teori, dan mengadakan eksperimen
untuk menguji hipotesa tersebut.
Seseorang yang memiliki kecerdasan
logika akan dengan cerdas pula menggunakan logikanya sehinggga akan memiliki salah satu atau lebih
kemampuan di bawah ini:
1.
memahami angka serta konsep-konsep matematika (menambah, mengurangi, mengali, dan
membagi) dengan baik.
2.
mengorganisasikan/ mengelompokkan kata-kata/ materi
(barang)
4.
menciptakan, menguasai not-not musik, dan tertarik mendengarkan pola-pola dalam jenis musik yang
berbeda-beda.
5.
menyusun pola dan melihat bagaimana sebab-akibat bekerja dalam ilmu pengetahuan. Hal
ini termasuk kemampuan untuk memperhatikan detil, melihat pola-pola dalam
segalanya, mulai dari angka-angka hingga perilaku manusia, dan mampu menemukan
hubungannya Contoh 1: seseorang yang menghabiskan waktu di dapur menggunakan logikanya untuk menerka berapa lama waktu untuk memanggang
sesuatu, menakar bumbu, atau merenungkan bagaimana caranya menghidangkan semua
makanan agar siap dalam waktu yang bersamaan. Contoh 2: seorang detektif
kriminal menggunakan logikanya untuk mereka ulang kejadian pada kasus kejahatan
dan mengejar tersangka pelaku.
6.
menciptakan visual (gambar) untuk melukiskan bagaimana
ilmu pengetahuan bekerja, termasuk menemukan pola-pola visual dan keindahan ilmu pengetahuan
(contohnya: menguraikan spektrum cahaya dalam gambar, menggambarkan
bentuk-bentuk butiran salju, dan mahluk bersel satu dari bawah mikroskop), mengorgansisasikan informasi dalam
tabel dan grafik, membuat grafik untuk hasil-hasil eksperimen, bereksperimen
dengan program animasi komputer.
7.
menentukan strategi dalam permainan-permainan yang
memerlukan penciptaan strategi (contohnya catur, domino) dan memahami
langkah-langkah lawan.
8.
memahami cara kerja dan bahasa komputer termasuk menciptakan kode-kode,
merancang program
komputer, dan
mengujinya.
E. Logika dan Bahasa
Sudah dijelaskan di atas bahwa logika merupakan hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Jelaslah bahwa logika memiliki pertalian yang erat dengan bahasa. Jadi
apabila kita ingin mempelajari logika, mulailah dengan melihat hubungan antara
bahasa dan logika atau sebaliknya.
Bahasa (yang
diucapkan) adalah bentuk lahir dari proses berfikir yang bersifat batiniah.
Dalam konteks ini berpikir dapat dirumuskan sebagai ‘berbicara dengan diri
sendiri di dalam batin’. Proses berbicara sendiri di dalam batin tidak dapat
dilihat. Apa yang dipikirkan oleh seseorang tidak dapat diketahui. Hanya
apabila seseorang telah mengatakan atau mengucapkan apa yang dipikirkannyalah
dapat diketahui isi pikiran orang itu. Jadi, bahasa adalah ungkapan pikiran.
Bahasa yang diungkapkan dengan baik merupakan hasil dari proses berpikir yang
baik dan tertib. Demikian pula bahasa yang diungkapkan dengan berbelit-belit,
tidak tertata merupakan penanda proses berfikir yang rancu.
Karena
berfikir dapat dipahami melalui bahasa yang diungkapkan maka sangat penting
sekali dipahami aneka ungkapan berupa:
·Kata
·Term
·Pengertian (Arti-Isi-Luas)
·Pembagian kata
·Penggolongan (Aturan-aturan penggolongan dan beberapa
kesulitannya)
·Definisi (Jenis-jenis definisi dan aturan-aturan definisi)
Pengertian, Kata,
Term dan Definisi
A.
Pengertian
(Arti-Isi-Luas)
Pengertian adalah suatu gambaran akal
budi yang abstrak, yang batiniah, tentang sesuatu. Gambaran akal budi yang
abstrak, yang batiniah, tentang sesuatu sebagaimana dimaksudkan di atas disebut
juga konsep. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konsep didefinisikan
sebagai: 1). Rancangan atau buram surat dsb., 2). Ide atau pengertian yang
diabstrakan dari peristiwa kongkret, 3). Gambaran mental dari obyek, proses,
atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain. Dengan demikian pengertian identik dengan konsep sebagai
hasil pekerjaan akal budi yang selalu menangkap dan membentuk sesuatu gambaran.
Pengertian berada dalam wilayah akal budi atau pikiran sementara konsep berada
dalam wilayah kebahasaan. Perhatikan gambar di bawah ini.
Wilayah akal budi atau pikiran
|
Pengertian
|
Konsep
|
Wilayah kebahasaan
|
Kata Kursi ialah konsep. Sebelum menjadi
konsep kata kursi merupakan
pengertian yang dibentuk oleh akal budi atau pikiran. Selanjutnya dengan kata kursi itu kita dapat berpikir atau
berbicara hal ihwal mengenai kursi tanpa
harus menghadirkan benda kongkret yang bernama kursi karena kursi itu
telah ada di dalam akal budi atau pikiran. Kehadiran kursi di dalam akal budi
atau pikiran ialah karena panca indera menangkap benda kongkret yang kemudian
diberi nama kursi. Lalu akal budi
atau pikiran memberinya pengertian dan mengungkapkannya melalui bahasa dengan
konsep kursi atau gagasan lainnya.
Pengertian selain memiliki isi seperti
terurai di atas, juga memiliki luas. Artinya tiap-tiap pengertian memiliki
lingkup dan lingkungannya sendiri. Lingkup dan lingkungan itu berisikan semua
barang atau hal yang dapat ditunjuk atau disebut dengan pengertian atau kata
itu. Misalnya pengertian Mahasiswa UIN Alauddin mencakup semua mahasiswa baik
yang ada di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat maupun mahasiswa Fakultas lainnya
dalam lingup UIN Alauddin.
Dengan demikian luas pengertian adalah
barang-barang atau lingkungan realitas yang ditunjuk dengan pengertian atau
kata tertentu.
B.
Kata, pembagian kata, nilai
rasa kata dan kata-kata emosional
Pengertian adalah sesuatu yang
abstrak. Untuk menunjukkan sebuah pengertian dipergunakan bahasa. Di dalam bahasa pengertian diurai
dengan kata. Dengan demikian kata adalah tanda lahir atau pernyataan dari
pengertian.
Kata menurut artinya dapat dibagi ke dalam bentuk-bentuk kata sebagai
berikut:
1. Univok(al) (sama suara, sama artinya)
Artinya, kata yang menunjukkan pengertian
yang sama antara suara dan arti. Contoh, kata ‘Mahasiswa’ hanya menunjukkan
‘pengertian’ yang dinyatakan oleh kata itu saja.
Kata univokal merupakan kata yang
dipergunakan dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan seperti diskusi ilmiah dan
karya tulis ilmiah.
2. Ekuivok(al) (sama suara, tetapi tidak sama
artinya)
Sebuah kata yang menunjukkan pengertian
yang berbeda atau berlainan. Kata ‘bisa’ misalnya dapat berarti ‘mampu’ atau
‘racun yang dikeluarkan oleh ular.
Kata-kata ekuivokal baik untuk lelucon
tetapi tidak baik untuk diskusi dan karya ilmiah. Dunia politik dan propaganda
lazim menggunakan kata-kata yang ekuivok.
3. Analogis (sama suara, memiliki kesamaan dan
juga perbedaan arti).
Misalnya: ‘sehat’ sebenarnya dikatakan
tentang orang, khususnya badannya, tetapi juga dapat dikatakan tentang jiwanya,
tentang obat (karena dapat menyembuhkan ganguan-ganguan kesehatan), tentang
makanan (karena berguna untuk memelihara kesehatan), tentang hawa (karena baik
untuk kesehatan), dan sebagainya.
Jadi dalam kata analogis ada unsur kiasan
atau perbandingan.
Kata
juga dapat dibagi menurut isinya.
Kata-kata dalam konteks pembagian ini ialah:
1. abstrak, yang menunjukkan suatu bentuk atau
sifat tanpa bendanya (misalnya, ‘kemanusiaan’, ‘keindahan’) dan konkret, yang
menunjukkan suatu benda dengan bentuk atau sifatnya (misalnya, ‘manusia’);
2. kolektif, yang
menunjukkan suatu kelompok (misalnya, ‘tentara’) dan individual yang
menunjukkan suatu individu saja (misalnya, ‘Narto’ sama dengan nama seorang
anggota tentara). Sehubungan dengan ini perlu dicatat: apa yang dapat dikatakan
tentang seluruh kelompok, belum tentu dapat dikatakan pula tentang setiap
anggota kelompok. Demikian pula sebaliknya;
3. Sederhana, yang terdiri dari satu ciri saja
(misalnya, kata ‘ada’ yang tidak dapat diuraikan lagi) dan jamak, yang terdiri
dari beberap atau banyak ciri (misalnya, kata ‘manusia’, yang dapat diuraikan
menjadi ‘makhluk’ dan ‘berbudi’).
Selanjutnya, kata juga dapat dibagi ke
dalam apa yang disebut dengan ‘nilai rasa, dan ‘kata-kata emosional’. Yang
dimaksud nilai rasa ialah kata dengan nilai-nilai tertentu dengan maksud
menyatakan sikap dan atau perasaan terhadap kenyataan objektif. Dengan demikian
sikap dan perasaan tertentu sangat menentukan nilai rasa kata yang tertentu
pula. Sikap dan perasaan senang terhadap
kenyataan objektif akan menentukan pilihan kata yang selaras dengan sikap dan
perasaan itu. Demikian juga sebaliknya. Panggilan dengan kata ‘Anda’ berbeda
dengan ,Tuan’, berbeda pula ‘Lu’. Dalam hubungan inilah perlu diperhatikan
supaya pemakaian kata-kata itu tepat. Yakni, untuk setiap situasi diperlukan
pilihan kata dengan nilai rasa kata yang cocok, sesuai, dengan nilai rasa kata
yang hendak dinyatakan. Untuk kepentingan ilmiah misalnya, pilihan kata harus
menyatakan nilai rasa kata yang ilmiah pula yang tidak termuat didalamnya nilai
rasa kata suka (like) dan tidak suka
(dislike).
Kata-kata emosional ialah kata-kata
yang dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan tertentu terhadap kenyataan
objektif tetentu. Kata-kata itu misalnya kata untuk mengungkapkan kebencian,
pengutukan, kecintaan, atau pemujaan, dan dukungan. Pilihan kata yang selaras
dengan pengungkapan perasaan itu menimbulkan perasaan tertentu bagi yang
mendengarnya. Pilihan kata demikian tidak lahir dari akal pikiran sehingga
tidak mengajak untuk berpikir. Bahkan kata itu pada gilirannya mampu menghambat
pemikiran, mengacaukan jalan pikiran, dan memustahilkan berfikir secara jernih,
objektif, karena menutup mata terhadap realitas. Dalam konteks inilah,
misalnya, seorang politisi mencerca lawan politiknya. Dalam konteks ini pula
para pengiklan mengklaim produknya bermutu disbanding produk lain yang sejenis.
Kata-kata emosional lazim digunakan dalam dunia perpolitikan dan dunia
periklanan.
C.
Term
Kata adalah tanda lahir atau
pernyataan dari pengertian. Term adalah bagian dari suatu kalimat yang
berfungsi sebagai subjek atau predikat ( S atau P). Dengan demikian term ialah
gabungan dari sejumlah kata (kalimat) yang terdiri subjek, predikat, dan kata
penghubung. Kata penghubung seperti, antara lain, jika, dan, oleh, dalam, akan, adalah, merupakan,
tidak terkategori ke dalam term.
Term dipahami juga sebagai sebuah
gagasan atau segugus gagasan yang dinyatakan dalam wujud kata-kata. Gagasan
dalam hal ini berarti juga pengertian yang membentuk kata. Selanjutnya kata
membentuk term sebagai sarana komunikasi atau bahasa. Bahasa diproduksi
manusia. Manusia menyatakan pikirannya melalui bahasa. Dengan begitu pemikiran yang
diungkapkan tidak terdiri dari kata-kata yang satu sama lain terlepas, tetapi
kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang dapat dimengerti. Itulah
sesunguhnya yang dimaksud dengan term. Contoh:
Nurman Said seorang dosen (Nurman Said = S; seorang dosen = P). Kalimat
itu dapat berfungsi hanya sebagai subjek ketika diperluas dengan tambahan ‘Dia
adalah kakak saya’ yang berfungsi sebagai predikat. Berbeda dengan linguistik,
di dalam logika sebuah kalimat (term) hanya terdiri dari subjek atau predikat.
Menurut luasnya, term dapat dibedakan menjadi:
1. Term Singular. Term ini dengan tegas
menunujukkan satu individu, barang atau golongan yang tertentu. Misalnya, Slamet,
orang itu, kesebelasan itu, yang terpandai, dan sebagainya;
2. Term Partikular.
Term ini menunjukkan hanya sebagian saja
dari seluruh luasnya. Artinya, menunjukkan lebih dari satu, tetapi tidak semua
bawahannya. Misalnya, beberapa mahasiswa, kebanyakan orang, empat orang muda,
dan sebagainya;
3. Term Universal. Term ini mernunjukkan seluruh
lingkungan dan bawahannya masing-masing tanpa ada yang dikecualikan. Misalnya,
semua orang, setiap dosen; kera adalah binatang, dan sebagainya.
4. Term Kolektif. Term yang menggambarkan
sekelompok objek atau koleksi objek sebagai sebuah unit. Contoh: keluarga,
angkatan bersenjata, himpunan mahasiswa jurusan. Term kolektif dapat bersifat
singular (misalnya TNI), particular (misalnya beberapa anggota TNI), serta
universal (misalnya tentara).
Menurut asas
perlawanan gagasan dasarnya, term memiliki jenis sebagai berikut:
1. Term kontradiktoris. Yaitu term dimana term yang satu
mempertegas makna term yang lain melalui pengingkarannya. Disini term yang satu
mengingkari term yang lainnya. Contoh: hidup mati, benar salah.
2. Term kontraris. Yaitu pasangan term yang
menunjukkan sudut-sudut ekstrem di antara objek-objek yang tersusun dalam satu
kelas tertentu. Contoh: panas dingin (suhu), hitam putih (warna).
3. Term relatif. Yaitu
pasangan term dimana yang satu
tidak mungkin dimengerti tanpa ada yang lain sebagai lawannya.Konotasi term
yang satu mengandaikan konotasi term yang lain sebagai lawannya. Contoh:
ibu-anak, suami-istri, guru-murid.
Menurut ketepatan
maknanya term memiliki jenis sebagai berikut:
1. Term univok. Yaitu term yang hanya
menerangkan satu objek tertentu atau dalam arti yang persis sama. Contoh: rokok, pohon, rumah.
2. Term ekuivok. Yaitu term yang memungkinkan
terbentuknya makna ganda, atau term-term yang mempunyai bunyi yang persisi
sama, tetapi arti yang terkandung di dalam masing-masing term berbeda satu sama
lain.
Contoh:
Halaman
dapat berarti tanah
kosong di sekitar rumah
lembar-lembar sebuah buku
4. Term analog. Yaitu term yang data
menerangkan dua hal atau lebih dalam arti yang berbeda satu sama lain, namun
kadang-kadang ada kesamaannya juga. Contoh:
Kaki
dapat berarti
bagian tubuh (arti sebenarnya)
Bagian benda yang berfungsi seperti kaki
(analog)
Menurut
kodrat referent, term memiliki jenis:
1. Term konkrit.
Yaitu term yang memiliki objek yang mudah diamati. Contoh: kacamata, ballpoint.
2.
Term abstrak. Yaitu term yang memiliki objek yang
baru dapat dimengerti setelah melalui proses abstraksi. Contoh: keadilan, kebenaran.
3. Term nihil. Yaitu
objek yang tidak memiliki objek referent
sama sekali, sebab objek-objek term ini bersifat imajinatif, fiktif, dan
sebagainya. Contoh: bidadari, ular naga dan sebagainya.
Selain dari jenis term seperti
dikemukakan di atas, perbincangan mengenai term juga dikaitkan dengan suposisi
term. Suposisi term ialah ketepatan makna yang dimilki oleh sebuah term dalam
sebuah proposisi atau pernyataan. “Ketepatan makna” berarti bahwa sebuah term
memberikan makna yang tepat pada satu objek saja dari objek-objek yang dapat
diwakilinya.
Suposisi term terdiri dari:
1. Suposisi material. Suposisi material ialah
penggunaan term dengan makna sebagaimana term itu diucapkan atau ditulis.
Suposisi ini semata-mata hanya menerangkan sebuah term sebagai term apa adanya,
terlepas dari makna yang terkandung di dalamnya.
Contoh:
Cinta adalah kata yang tersusun dari lima
hurup c-i-n-t-a.
2. Suposisi formal. Suposisi formal ialah
penggunaan term sesuai dengan apa yang
dimaksudkan atau ditandainya. Jadi, term, menunjukkan pada bentuk atau forma
objek yang dimaksud.
Contoh: Manusia
adalah animal rational.
Ballpoint
adalah alat tulis yang ujung runcingnya terbuat dari bolabesi.
3. Suposisi logis. Suposisi logis ialah
penggunaan term dalam sebuah konsep dengan maksud untuk menuntun akal budi atau
pikiran kita kepada konsep-konsep yang bersifat abstrak dan melulu rasional.
Contoh:
Kemanusiaan adalahsebuah konsep
universal.
Keadilan berarti”memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya”.
Hukum adalah sarana penataan hidup sosial.
4. Suposisi ril. Suposisi ril ialah penggunaan
term untuk menyebutkan hal-hal yang di dalam realitasnya benar-benar ada.
Contoh: Manusia
adalah makhluk mortal.
5. Suposisi semestinya/selayaknya. Suposisi ini
dimaksudkan untuk menyebut hal-hal yang sesuai dengan tempat yang
benar/selayaknya.
Contoh:
Manusia mempunyai mulut.
Anjing mempunyai moncong.
6. Suposisi metaforis. Suposisi metaforis ialah
penggunaan term dalam konotasi analogis.
Contoh: Ombak di pantai bergulung dan berkejaran.
Nyiur melamabai
Warna bajunya mencolok mata.
D. Penggolongan
(Aturan-aturan penggolongan dan beberapa kesulitannya)
Penggolongan
(ada pula yang menyebutnya dengan pembagian
atau klasifikasi) ialah pekerjaan akal
budi kita untuk menganalisis, membagi-bagi, menggolong-golongkan, dan menyusun
pengertian-pengertian dan barang-barang menurut kesamaan dan perbedaannya. Penggolongan
dijelaskan pula sebagai sebuah proses dimana benda-benda individual di
kelompok-kelompokkan menurut ciri khasnya yang berlaku umum yang secara
bersama-sama membentuk sebuah kelas atau golongan.
Penggolongan
memiliki tata cara, aturan, atau hukum sebagai berikut:
1. Penggolongan
harus lengkap.
Artinya dalam proses penggolongan segala
sesuatu yang digolong-golongkan itu harus meliputi semua bagian yang hendak
digolongkan sehingga apabila bagian-bagian itu disatukan kembali menjadi sebuah kesatuan yang utuh menyeluruh
dan lengkap.
Contoh: ‘Makhluk Hidup’ digolongkan
menjadi ‘manusia’, ‘binatang’, ‘tumbuh-tumbuhan’
2. Penggolongan harus sungguh-sungguh
memisahkan
Artinya, bagian yang satu yang kita
golongkan, tidak boleh menjadi bagian dari yang lain yang juga digolongkan.
Penggolongan tidak boleh tumpang tindih. Penggolongan harus jelas dan tegas.
Contoh: Manusia (Pria-Wanita).
Pria-Wanita (Bayi-Anak-anak-Remaja-Dewasa-Orang tua), dan lain-lain.
3. Penggolongan harus menurut dasar, prinsip,
atau garis yang sama
Artinya bahwa penggolongan harus
konsekwen dan tidak memakai dua atau lebih dasar sekaligus dalam pembagian yang
sama.
Contoh: Kalau ‘kendaraan’
digolong-golongkan ke dalam ,yang bergerak di daratan’, ‘yang bergerak di
perairan’, dan ‘yang ditarik oleh tenaga binatang’, maka disini dua hal
dicampuradukan (tidak menurut dasar, prinsip, atau garis yang sama) antara: dimana bergeraknya (darat-perairan)
dengan bagaimana bergeraknya (ditarik
oleh tenaga binatang).
4. Penggolongan harus cocok untuk tujuan yang
hendak dicapai
Artinya penggolongan harus menunjukkan
tujuan yang dinginkan untuk apa penggolongan itu dilakukan.
Contoh: Penggolongan nilai A, B, C, D,
dan E, atau Gagal yang diberikan oleh seorang dosen kepada mahasiswa bertujuan
membedakan tingkat daya serap materi suatu perkuliahan oleh mahasiswa.
Terdapat beberapa kesulitan dalam proses
penggolongan. Kesulitan itu antara lain:
1. Masalah keseluruhan dan bagian-bagian
Dalam proses penggolongan sering kali terjadi
kesulitan yang menyangkut hubungan antara keseluruhan dengan bagian-bagiannya
terutama apabila menyangkut apa yang
benar untuk sebagian belum tentu benar untuk keseluruhan.
Contoh:
PNS adalah koruptor. (Bagaimana dengan PNS yang tidak korup?; adakah PNS yang
sungguh-sungguh tidak korup?)
2. Masalah batas-batas golongan
Masalah
batas-batas golongan di dalam percakapan sehari-hari tidak terlalu mengganggu.
Dalam pemikiran kritis (akademik/ilmiah) hal tersebut harus memperoleh
perhatian yang sungguh-sungguh. Contoh kesulitan tersebut dapat tergambar dalam
contoh pertanyaan di bawah ini:
Siapakah yang dimaksud dengan urang Sunda itu?
Apakah
SBY itu seorang nasionalis atau agamis?
3. Masalah teknik ‘putih-hitam’
Seringkali
proses penggolongan terjebak ke dalam penggolongan yang ‘bertentangan’ dan
hanya dengan melakukan proses ‘bertentangan’ itu penggolongan dilakukan.
Contoh:
Kawan-lawan, baik-buruk, pandai-bodoh, cantik-jelek, dan lain-lain. Di antara
penggolongan yang disebutkan di atas,
dimanakah letak ‘musuh dalam selimbut’ di antara oposisi kawan-lawan? Dan
seterusnya.
Penggolongan penting dilakukan dalam
proses pemikiran dan ilmu pengetahuan. Karena untuk mengupas suatu persoalan,
kita harus dapat menangkap bagian-bagiannya serta menguraikan unsur-unsurnya.
Penggolongan memiliki manfaat sebagai
berikut:
1. membantu pikiran atau benak bahwa
fenomena-fenomena memilki banyak sekali varisi;
2. memungkinkan pikiran untuk memahami benang
merah yang terdapat dalam hubungan antara objek yang satu dengan lainnya;
3. membantu memahami
benda-benda atau objek-objek menurut struktur kodratnya ataupun menurut
struktur artifisialnya.
E.
Definisi
Kata definisi
berasal dari kata ‘definitio’ (bahasa
Latin) yang berarti ‘pembatasan’. Pembatasan dalam kaitan ini ialah pembatasan
terhadap suatu pengertian dengan tepat. Dengan demikian definisi merupakan
perumusan yang singkat, padat, jelas, dan tepat sehingga jelas dapat dimengerti
dan dibedakan dari semua hal lain. Dalam kaitan ini definisi yang baik harus 1)
merumuskan dengan jelas, lengkap, dan singkat semua unsur pokok (isi) pngertian
tertentu itu, 2) Yaitu unsur-unsur yang perlu dan cukup untuk mengetahui apa
sebenarnya barang itu (tidak lebih dan tidak kurang), 3) sehingga dengan jelas
dapat dibedakan dari semua hal yang lain.
Definisi dapat disusun dengan cara mengenali terlebih
dahulu varian definisi. Varian itu ialah 1). Definisi Nominal, 2). Definisi
Ril.
Definisi nominal disebut juga sebagai definisi menurut
kata atau nama. Definisi ini hanyalah menerangkan arti ‘nama istilah tertentu’.
Artinya definisi yang semata-mata menjelaskan term sebagaimana disebutkan apa
adanya, tanpa melihat objek atau benda yang dikenai term tersebut. Definisi
nominal biasanya dipergunakan pada saat mengawali sebuah diskusi dengan maksud
untuk membentuk kesepakatan terminologis di antara pembicara. Untuk menyusun definisi
ini dapat dilakukan melalui dua cara sebagai berikut:
a. meyusun definisi dengan menelusuri asal usul
kata tertentu (etimologis) atau term, kata-kata turunannya sampai dengan akar
katanya.
Contoh:
‘Filsafat’ berasal dari kata Yunani
‘philos’ dan ‘sophia’. ‘Philos’ berarti
‘cinta’ dan ‘sophia’ berarti
‘kebijaksanaan’.
b. menyusun definisi
yang didasarkan atas sinonim atau kata-kata lain yang lebih dikenal (definisi
biverbal), misalnya melalui upaya mencarikan padanan kata atau pun
terjemahannya.
Contoh: piawai = ahli dan terampil; expert = pakar.
Definisi ril menerangkan apa
sebenarnya sesuatu itu dengan menunjukkan realitas atau hakikat sesuatu itu
bukan namanya saja. Berdasarkan hal ini maka terdapat beberapa cara menyusunnya,
yaitu:
a. menerangkan sifat
khas atau hakiki. Definisi ini disebut juga definisi logis atau definisi
esensial. Definisi terdiri dari dua bagian. Bagian pertama menunjukkan golongan
‘atasan’ atau jenis terdekat, yang
menyatakan kesamaan hal yang didefinisikan itu dengan barang-barang lain (termasuk
golongan mana). Bagian kedua menunjukkan sifat khas atau hakiki yang terdapat
hanya pada barang itu saja, jadi menyatakan dalam hal apa barang itu justru
berbeda dari barang-barang lain.
Contoh: Kuda itu apa? Apakah sesuatu yang dapat dimakan? Tidak. Kuda adalah
sejenis binatang yang....
b. menerangkan kumpulan sifat-sifat yang
terdapat dalam objek referent
sehingga semua sifat itu bersama-sama cukup menerangkan objek itu dengan jelas
dan dapat dibedakan dari objek lainnya. Definisi ini disebut definisi
deskriptif.
Contoh: Definisi’cinta kasih’.
Cinta kasih itu sabar, cinta kasih itu murah
hati, tidak memegahkan diri, tidak angkuh, tidak kurang sopan, tidak mencari
keuntungan diri sendiri, tidak lekas
marah, tidak menaruh prasangka buruk, tidak bersuka cita atas keadilan, tetapi
suka pada kebenaran. Cinta kasih menutup segalanya, mempercayai segalanya
dengan sabar. Cinta kasih tidak berkesudahan.
c. menerangkan sebab-sebab dan tujuannya. Definisi
ini disebut juga sebagai definisi causa
efficiens dan causa finalis.
Contoh: Lukisan adalah sebuah gambar
yang diciptakan oleh seorang seniman
lukis(causa efficiens).
Pesawat telepon adalah
alat elektronik yang dipergunakan sebagai sarana untuk berbicara jarak jauh(causa finalis).
d. menjabarkan kualitas atau ciri-ciri hakiki
yang secara umum dengan pasti terdapat pada masing-masing individu, hal atau
objek yang disebut dengan sebuah term.
Contoh:
Logika adalah ilmu pengetahuan dan
keterampilan untuk berpikir lurus.
Hukum
adalah perintah akal budi yang dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan umum,
disusun dan diundangkan oleh seseorang atau mereka yang memiliki wewenang
yurisdiksi dan bertugas untuk membina masyarakat.
e. menerangkan makna sebuah term dengan cara
menunjukkan contoh-contoh objek referentnya.
Definisi ini disebut juga definisi ostensife, definisi demonstratife, atau
definisi dengan contoh.
Contoh: Apa arti ballpoint? Jawaban diberikan dengan contoh yang dimaksud.
Dalam menyusun sebuah definisi harus diperhatikan hukum
atau aturan sebagai berikut:
1. Defeniendum (yang didefinisikan) tidak boleh
masuk dalam definiens (uraian definisi).
Contoh: Alat tulis (defeniendum) adalah alat (definiens) untuk menulis.
2. Definisi harus ekulivalen dengan
defeniendum. Artinya, penjabran keterangan tidak boleh luas atau tidak boleh
sempit daripada yang didefinisikan. Dengan kata lain, posisi defeniens dan defeniendum harus dapat dibolak-balik.
Contoh: Manusia adalah animal rationale. (Maka, term animal rationale hanya untuk menjabarkan pengertian tentang term manusia)
3. Definisi
konotatif harus dinyatakan dalam bahasa yang sederhana, jelas, dan univok.
Artinya, defeniens harus lebih jelas daripada defeniendum. Kemudian definiens tidak boleh dinyatakan dalam bahasa
yang kabur seperti misalnya bahasa metaforis ataupun figuratif.
Contoh: Cinta adalah emosi yang bagaikan harumnya bunga mawar. (Definisi
Metaforis)
Logika adalah mercusuar pemahaman. (Definisi Figuratif)
4. Definisi konotatif
harus memberikan penjabaran, keterangan, atau atribut yang hakiki dari
hal yang didefinisikan.
Contoh:Polisi adalah alat negara yang bertugas menjaga keamanan masyarakat dan
jalan raya.
5. Definisi tidak boleh berbentuk negatif.
Contoh: Kebaikan adalah bukan perbuatan jahat.
Perang berarti tidak ada perdamaian.
Apabila aturan-aturan definisi di atas dilanggar, maka
akan terjadi sesat definisi yang akan
menimbulkan kekaburan pengertian.
Sebuah definisi
disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Memperkaya kosa kata;
2. Membatasi ambiguitas (kerancuan makna);
3. Menghilangkan makna yang kering;
4. Memberikan penjelasan teoritis;
5. Mempengaruhi prilaku.
Proposisi
- Pengertian Proposisi
Proposisi
adalah pernyataan akal budi mengenai persesuaian dan ketidaksesuaian yang
terdapat di antara dua gagasan. Dengan kata lain, putusan adalah kegiatan akal
budi mengiakan, memperteguh atau menguatkan
sebuah gagasan dengan perantaraan gagasan lain atau melakukan
pengingkaran sebuah gagasan terhadap gagasan lainnya.
Dari batasan itu terdapat hal-hal
berikut yang harus diperhatikan sehubungan dengan proposisi:
. kegiatan akal budi
Seperti telah diutarakan bahwa
proposisi merupakan bagian dari proses kerja
akal budi. Dengan demikian maka membuat proposisi ialah kegiatan akal
budi manusia.
. mengiakan,
memperteguh, atau menguatkan
sebuah gagasan
dengan perantaraan gagasan lain
Contoh:
Dita itu cantik. Dalam pernyataan itu, “Dita” dan “cantik” bukanlah dua hal
yang terpisah melainkan satu kesatuan. Dita = cantik. Dengan demikian maka pernyataan itu: mengiakan,
memperteguh, atau menguatkan. Sementara itu: Dita ialah sebuah gagasan, dan, cantik ialah gagasan lainnya dimana kedua gagasan itu menjadi
perantara satu sama lain saling memperteguh dan menguatkan.
. melakukan
pengingkaran sebuah gagasan terhadap gagasan lainnya.
Contoh: Dita itu tidak cantik. Dalam pernyataan itu, “Dita” dan “tidak
cantik” dua hal yang terpisah dan tidak
merupakan satu kesatuan. Dita ≠ cantik. Dengan
demikian maka pernyataan itu: melakukan pengingkaran sebuah gagasan
terhadap gagasan lainnya. Sementara itu: Dita
ialah sebuah gagasan, dan, cantik ialah
gagasan lainnya dimana kedua gagasan itu menjadi perantara satu sama lain
saling melakukan pengingkaran.
B. Unsur-Unsur Proposisi
Sebuah
proposisi apabila dilihat dari segi tata bahasa memiliki tiga unsur sebagai
berikut:
1.Subjek. Yakni hal yang diakui atau diingkari (That about which something is affirmed or
denied).
2.Predikat. Yakni
apa yang diakui atau disangkal dari subjek. (That what is affirmed or denied of the subject).
3.Kopula. Yakni
kata yang menghubungkanan antara subjek dengan predikat.
Dalam kalimat bahasa Indonesia selaku
bahasa yang tidak ber-fleksi, kopula tidak dibutuhkan. Namun dalam
proposisi logika, kopula merupakan keharusan. Oleh sebab itu dalam proposisi-proposisi
logika yang berbahasa Indonesia, kopula tetap digunakan. Kata-kata yang dapat
digunakan sebagai kopula dalam bahasa Indonesia ialah: adalah, ialah, itu, merupakan, dan sebagainya.
Contoh:
”
Nurman Said adalah dosen”
Nurman Said = Subjek
adalah =
Kopula
Dosen =
Predikat
Atau
“Nurman Said bukan dosen”
Nurman Said = Subjek
bukan = Kopula
Dosen = Predikat
C. Pembagian Proposisi
Proposisi terdiri dari dua jenis,
yakni, proposisi kategorik dan proposisi hipotesis. Hal yang membedakan kedua
jenis proposisi tersebut ialah sebagai berikut:
1.Proposisi kategorik yakni proposisi yang di dalamnya P
diakui atau diingkari oleh S ‘tanpa syarat’ dengan rincian
secara mutlak atau ditambah dengan keterangan
modalitas seperti pasti, mungkin, mustahil,
dan sebagainya.
Dalam hal ini, proposisi kategoris memiliki
fungsi untuk menghindari kesesatan dalam berfikir dengan memperhatikan
segi-segi sebagai berikut:
a.orang harus selalu kritis, lebih-lebih
terhadap dirinya sendiri. Kritis tidak hanya mau menyangkal saja, melainkan
berfikir dan objektif;
b.Pada saat berfifikir, apabila sesuatu
tidak pasti, jangan dianggap pasti;
c.Jika merasa pasti, lihatlah dulu
apakah-betul-betul demikian pasti (objektif);
d.Apabila masih ragu-ragu, jangan memutuskan
dulu sebelum berfikir yang lebih mendalam;
e.apabila tidak mendapat kepastian,
beranilah mengatakan sesuatu dengan menggunakan kata-kata seperti: mungkin,
barangkali,
saya
kira, dan sebagainya.
2.Proposisi Hipotesis yakni proposisi yang di dalamnya P
diakui atau diingkari oleh S tidak secara langsung melainkan tergantung pada suatu syarat.
Proposisi tersebut diungkapkan dalam kalimat-kalimat seperti:
a.Kondisional (bersyarat):
jika….maka…
b.Disjungtif
atau….atau….
c.Konjungtif
tidak sekaligus….dan….
D. Ragam Proposisi
Kategorik
Proposisi kategorik memiliki ragam
sebagai berikut:
1.Proposisi subjek-predikat (subject-predicate
proposition / categorical proposition). Yaitu proposisi yang hanya
terdiri dari subjek dan predikat. Dalam proposisi ini predikat mengafirmasi
(mengiakan atau menguatkan) atau menegasi (mengingkari atau menolak) subjek.
Contoh: Plato adalah
seorang filsuf (mengafirmasi
(mengiakan atau menguatkan))
Nurman
Said bukanlah seorang filsuf (menegasi (mengingkari atau menolak)
2.Proposisi Universal (universal
proposition). Yaitu proposisi yang menggunakan kata pembilang
(quatifier) yang bersifat universal. Kata pembilang yang biasa digunakan ialah:
semua,
tiap-tiap,
masing-masing,
setiap,
siapa
pun juga, atau apapun juga.
Contoh:
Semua manusia adalah fana
Setiap mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan paham logika
3.Proposisi partikular (particular
proposition). Yaitu proposisi yang menggunakan kata pembilang
(quatifier) yang bersifat khusus. Kata pembilang yang bersifat khusus itu ialah
beberapa
dan sebagian.
Kata pembilang tersebut berlaku baik dalam bentuk afirmasi atau pun negasi.
Contoh:
Beberapa mahasiswa Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat adalah seniman
Sebagian dosen Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat adalah alumni perguruan tinggi luar negeri.
Beberapa mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat bukanlah gadis.
Sebagian mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tidak
paham logika.
4.Proposisi Singular (singular
proposition). Yaitu proposisi yang hanya terdiri atas satu pernyataan
dan mengacu kepada nama diri atau jika menggunakan kata ganti, maka akan
menggunakan kata petunjuk ini atau itu.
Contoh: Deti
adalah perempuan.
Orang ini jujur.
Dosen itu bergelar doktor.
5.Proposisi Asertorik (assertoric
proposition). Yaitu proposisi yang membenarkan bahwa subjek adalah
sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh predikat.
Contoh: Semua guru adalah pendidik
Semua ular adalah binatang
melata
6.Proposisi apodiktik (apodictic
preposition). Yaitu proposisi yang merupakan kemestian kebenaran dari
penjelasan yang diberikan oleh predikat terhadap subjek berdasarkan
pertimbangan akal budi semata-mata.
Contoh: Lima adalah sepuluh dibagi dua
Semua segitiga adalah bersisi
tiga
7.Proposisi empirik (empirical
proposition). Yaitu proposisi yang didasarkan pada pengamatan dan
pengalaman.
Contoh: Fitri adalah mahasiswi yang aktif
bertanya
Faisal adalah mahasiswa saya
yang paling rajin masuk kuliah
E. Ihwal Kualitas dan Kuantitas
dalam Proposisi Kategorik
Yang dimaksud dengan kualitas dalam
hubungan dengan proposisi kategori ialah ciri atau karakteristik yang terkandung
di dalam hakikat proposisi itu sendiri. Hakikat sebuah proposisi ialah afirmasi atau negasi. Sebuah proposisi disebut afirmasi jika kopula berfungsu menghubungkan,meneguhkan, atau mempersatukan S
dan P.
Sebuah proposisi disebut negatif apabila kopula memisahkan antara S
dan P.
Dengan demikian jelas bahwa sebuah proposisi ditentukan oleh kopulanya. Artinya, apabila keseluruhan
kopula bersifat afirmasi maka
keseluruhan proposisi adalah afirmasi. Demikian pula sebaliknya. Yakni apabila
keseluruhan kopula bersifat negasi
maka keseluruhan proposisi adalah negasi.
Contoh:
Tidak ada manusia yang tidak dapat
mati
Tidak semua mahasiswa memahami logika
Beberapa pejabat tidak memahami logika
Adapun yang dimaksud dengan kuantitas
dalam hubungan dengan proposisi kategoris ialah jumlah individu objek dimana
term subjek diterapkan. Jadi jika sebuah proposisi disebut universal jika term
subjeknya adalah universal.
Contoh: Semua mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat mengenakan jas almamater pada saat mengikuti ujian tengah atau akhir
semester.
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat bukan pengguna narkoba.
Demikian pula sebuah proposisi disebut
partikular jika semua subjeknya partikular.
Contoh: Ada mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat yang tidak pernah hadir kuliah
Tim
sepak bola Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat menang mutlak atas tim fakultas lain.
Kualitas dan kuantitas dalam proposisi
kategorik dapat berdiri sendiri sebagaimana contoh di atas atau dapat berkombinasi.
Dengan kata lain kualitas dan kuantitas dalam proposisi kategorik dapat saling
melengkapi. Proposisi dimana kualitas dan kuantitas saling melengkapi itu
disebut sebagai proposisi A-E-I-O. Struktur kombinasi itu dapat digambarkan
sebagai berikut:
Kualitas Hubungan Subjek-Predikat
|
|||
Afirmasi
|
Negasi
|
||
Kuantitas Subjek
|
Universal
|
A
|
E
|
Partikular
Singular
|
I
|
O
|
Hurup A, E, I, dan O merupakan simbol
dari:
A-ff-I-rmo = meng-A-ku-I;
n-E-go =
m-E-n-O-lak
Dalam kerangka kombinasi kualitas dan
kuantitas dalam proposisi itu, maka hurup A, E, I, dan O berarti:
A = universal
dan afirmatif;
E = universal
dan negative;
I =
partikular/singular dan afirmatif;
O = particular/singular
dan negative;
Contoh proposisi:
A = universal
dan afirmatif (= Semua S adalah P)
- Semua mahasiswa lulus dalam ujian mata kuliah Logika
- Manusia adalah mahkluk sosial
- Besi itu logam
E = universal dan negatif
(=Semua S bukan/tidak P)
- Seorang pun tidak ada yang lulus ujian mata kuliah Logika
- Pelajar bukan mahasiswa
I = partikular/singular dan
afirmatif (= Sebagian S adalah P)
- Ada mahasiswa yang menjadi pengguna narkoba
- Kebanyakan orang Sunda suka dandan
O = partikular/singular
dan negatif (= Sebagian S
bukan/tidak P)
- Banyak mahasiswa yang tidak cukup sadar akan tanggung jawab sosial mereka
- Ada mahasiswa yang tidak mengerti logika
Penalaran
Inferensi (Penyimpulan)
Kata
inferensi berasal dari bahasa Inggris inference
artinya penyimpulan. Penyimpulan diartikan sebagai proses membuat kesimpulan (conclusion). Dengan demikian, inferensi
dapat didefinisikan sebagai suatu proses penarikan konklusi dari satu atau
lebih proposisi (keputusan). Erat hubungannya dengan penjelasan itu, inferensi
berarti pula sebagai cara kerja logika yang ke-3 setelah memberikan pengartian
dan membuat keputusan.
Di dalam
logika, proses penarikan konklusi dapat dilakukan melalui dua cara. Cara
dimaksud yakni, cara deduktif dan induktif. Mengingat dua cara tersebut
kemudian dikenal istilah inferensi deduktif dan inferensi induktif.
Di dalam wilayah kebahasaan (bukan wilayah
akal budi atau pemikiran) kedua cara itu lazim disebut sebagai penalaran. Dalam
hal ini penalaran berarti proses mental dalam mengembangkan pikiran dari
beberapa fakta atau prinsip (premis). Kata penalaran, berasal dari kata nalar
yang berarti aktivitas yang memungkinkan seseorang berfikir logis. Berdasar hal
itulah kemudian pengertian inferensi identik dengan penalaran (inferensi=penalaran)
yang dalam wilayah kebahasaan lazim juga disebut sebagai argumen.
Inferensi Deduktif
Inferensi
deduktif terbagi ke dalam dua jenis. Yakni, Inferensi/Penalaran Langsung dan
Inferensi/Penalaran Tidak Langsung. Inferensi Tidak Langsung disebut juga
sebagai Inferensi/Penalaran Silogistik.
Inferensi/Penalaran
Langsung
Inferensi
Langsung ialah penarikan kesimpulan (konklusi) hanya dari sebuah premis. Premis
yaitu data, bukti, atau dasar pemikiran yang menjamin terbentuknya kesimpulan.
Dengan demikian, kesimpulan adalah pernyataan yang dihasilkan sesuai dengan
premis-premis yang tersedia dan berhubungan secara logis dengan pernyataan
tersebut.
Perhatikan
gambar di bawah ini.
Premis-Premis
Penyimpulan Hubungan/Konsekuensi
Kesimpulan
Perhatikan
pula contoh inferensi dalam bentuk kalimat di bawah ini.
Karena……………………………………..maka…………………………………
Kalau ini begini
maka itu begitu
Berhubung begitu maka karenanya begini
Premis
Kesimpulan/Konklusi
Pengetahuan yang
dimiliki/
Pengetahuan baru/
Pengetahuan yang
mendahului/ Konsekuen
Pangkal/
Anteseden
Konsekuensi
Inferensi
Langsung atau Penalaran Langsung sebagaimana dijelaskan di atas memiliki
beberapa bentuk sebagai berikut:
1.
Inversi;
2.
Konversi;
3.
Obversi;
4.
Kontraposisi;
5.
Oposisi.
Inversi (Kebalikan). Inversi merupakan
penalaran langsung dengan cara menegasikan subjek proposisi premis dan menegasikan atau tidak
menegasikan predikat proposisi premis.
Inversi
memiliki ragam berupa Inversi Sebagian
dan Inversi Lengkap.
Inversi sebagian. Apabila inversi dilakukan dengan
menegasikan subjek proposisi premis, sedangkan predikatnya tidak dinegasikan (ubah pembilang subjek dari universal
menjadi partikular)
Contoh inversi proposisi (A)
Contoh:
A: Semua mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat belajar Logika. (Afirmatif)
jadi
I: Sebagian bukan
mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tidak belajar Logika. (NegatIf)
Inversi Lengkap ialah jika inversi dilakukan dengan menegasikan
baik subjek maupun predikat proposisi
premis (ubahlah pembilang subjek dari universal menjadi partikular).
Perhatikan
contoh kalimat di bawah ini.
A: Semua
mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat belajar Logika (Afirmatif)
jadi
I: Sebagian
bukan mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tidak belajar Logika (NegatIf
)
Contoh inversi proposisi (E)
Inversi sebagian
E:
Semua mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat belajar Logika
jadi
O: Sebagian mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
tidak belajar logika.
Inversi Lengkap
E: Semua mahasiswa Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat tidak belajar musik.
jadi
O: Sebagian bukan mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tidak belajar musik.
Dengan
memperhatikan contoh di atas, dapat dijelaskan bahwa:
- Inversi proposisi A hasilnya ialah proposisi I (baik untuk inversi lengkap maupun sebagian)
- Proposisi E jika diinversi akan menjadi Proposisi O (baik untuk Inversi Lengkap maupun untuk Inversi Sebagian)
0 komentar: