Makalah Akhlak tentang ghibah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala puji bagi Allah yang menciptakan semua baik yang ada
pada manusia atau pun apa yang melingkupi kehidupan manusia. Lidah, merupakan
anungrah Allah yang dapat membawa manfaat dan sebaliknya bisa menjadi penyebab
masuknya seseorang kedalam api neraka. Ghibah yang merupakan salah satu ulah
lidah yang sekarang telah menjadi budaya bagi ibu-ibu yang didorong oleh
penyakit hati. Tidak hanya berhenti disana, ghibah telah dibiasakan dengan
adanya infotaiment yang bisa kita lihat tiap pagi, siang sore, dan itu menjadi
tayangan favorit dari berbagai kalangan, dari kecil hingga dewasa. Miris memang,
ketidak tahuan hokum tentang ghibah merupakan salah satu factor kenapa minat
terhadap ghibah slalu meningkat.
Ghibah dimanapun dan kapanpun merupakan akhlak tercela yang tidak patut kita
sebagai muslim menjadikan budaya dilingkungan masyarakat ataupun keluarga.
Berbagai akibat dari bahya ghibah, baik iut dari lingkungan sendiri (lingkungan
social), atau pun dalam diri kita sendiri secara emosi.
Dalam makalah ini pemaklah mencoba memaparkan pentingnya mnejaga lidah dari
bahaya membicarakan orang lain baik sepengetahuannya atau pun tidak diketahui
olehnya. Dalam infotaiment misalnya, budaya membincangkan aib orang lain
seakan-akan telah menjadi biasa dan memilki banyak peminat, namun yang menjadi
pertanyaan disini contohny berita atau membicarakan pernikahan apakah juga
termasuk ghibah, dan terkadang atas permintaan sendiri untuk ketenaran sang
artis. Lebih dari itu, dalam makalah ini kami mencoba memaparkan pengertian
serta dalil al-qur’an dan hadits tentang ghibah, hokum, macam-macam ghibah,
batasan ghibah, serta tips untuk menghilangkan keinginan untuk berghibah yang
telah mengakar dikalangan masyarakat dewasa ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita maupun mayarakat luas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang dari pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan untuk menjadi pedoman dalam pembahasan makalah ini. Adapun
perumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Pengertian atau dhefenisi Ghiba
2.
Dalil tentang Ghiba
3.
Motivasi Pendorong Ghibah dan Obat Penawarnya
4.
Alasan-Alasan yang ditolerir dalam Ghibah
5.
Kontekstualisasi Hadits tentang Ghibah dalam Realita
Sosial (Infotaiment)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian atau Definisi Ghibah
Secara
etimologi, ghibah berasala dari kata Ghaba- Yaghibu yang artinya adalah
mengupat, menurut Jalaluddin bin Manzur, ini juga berarti fitnah, umpatan, atau
gunjingan. Dapat juga diartikan membicarakan keburukan orang lain dibelakangnya
atau tanpa sepengetahuan yang dibicarakan. Disisi lain an-Nawawi mendefinisikan
ghibah adalah mengupat atau menyebut orang lain yang ia tidak suka atau
memebencinya, terutama dalam hal kehidupannya. Beliau mengatakan bahwa jarang
sekali orang yang bisa lepas dari menggunjing orang lain.
Secara
terminology atau bahasa, ghibah adalah memebicarakan orang lain tanpa
sepengetahuannya mengenai sifat atau kehidupannya, sedangkan jika ia mendegar
maka ia tidak menyukainya. Dan terlebih jika yang dibicarakan tidak terdapat
dalam diri yang dibicarakan itu berarti dusta atau mengada-ada dan itu merupaka
dosa yang lebih besar dari ghibah itu sendiri. Tidak berbeda dengan definisi
yang disebutkan oleh al-Maragi dalam menjelaskan tentang ghibah yaitu
menbicarakan kejelekan atau aib orang lain dibelakangnya, dan jika ia
mnegetahui maka ia tidak suka walaupun yang dibicarakan adalah benar. Dalam
hadits Nabi saw pun telah dijelaskan pengertian ghibah sebagai beriku;
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ
بْنُ
مُحَمَّدٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْغِيبَةُ قَالَ ذِكْرُكَ
أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ
كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ
فَقَدْ بَهَتَّهُ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي
بَرْزَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“
Seseorang bertanya pada Nabi saw, wahai Rosulullah, apakah yang dinamakan
ghibah itu?, ghibah ialah menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia
benci,si penanya bertanya kembali,’wahai Rosullullah bagaimana pendapatmu bila
apa yang diceritakan itu benar apa adanya?, Rosulullah menjawab, kalau memang
ada padanya maka itu ghibah namanya, dan jika tidak maka kamu telah berbuat
buhtan (dusta)”.
Berikut dapat disimpulkan beberapa
poin tentang definisi ghibah diatas:
1. Membicarakan keburukan orang lain tanpa sepengetahuan yang
dibicarakan, baik dengan ucapan, sindiran ataupun dengan isyarat.
2. Menbicarakan aib orang lain,walaupun yang dibicarakan adalah
benar adanya pada diri yang dibicarakan.
3. Jika
yang dibicarakan mengetahui maka ia akan tidak suka aibnya dibicarakan pada
orang lain.
4. Hal
yang dibicarakan meliputi, kehidupan pribadi, keluarga maupun spiritual
sesorang.
5. Karena membicarakan tanpa sepengetahuan yang dibicarakan,
ini artinya perbuatan licik dan pasti perbuatan ini mengandung unsur keinginan
untuk merusak harga diri, atau kemulyaan seseorang.
B.
Dalil tentang Ghibah
Dalam
al-Qur’an juga terdapat ayat yang berbicara tentang larangan untuk membicarakan
orang lain dan itu merupakan perbuatan buruk, hal ini dijelaskan dalam Qs, al-Hujurat:
12,
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$#
#ZÏWx.
z`ÏiB Çd`©à9$#
cÎ)
uÙ÷èt Çd`©à9$#
ÒOøOÎ)
(
wur
(#qÝ¡¡¡pgrB wur
=tGøót Nä3àÒ÷è
$³Ò÷èt
4 =Ïtär&
óOà2ßtnr&
br& @à2ù't
zNóss9
ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
4 ¨bÎ)
©!$#
Ò>#§qs? ×LìÏm§
“ Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat
tersebut jelaslah bahwa perbuatan mengunjing orang lain merupakan perbuatan
yang keji dan menjijikkan seperti yang digambarkan oleh Allah bahwa seseorang
yang mengunjing ibaratkan memakan daging saudaranya yang sudah mati (bangkai
saudarnya).
Adapun
hadits yang berbicara tentang Ghibah atau bahaya lisan sangat banyak dijumpai
dalam kitab-kitab hadits berikut;
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا
أَوْ لِيَسْكُتْ
“ Barang siapa yang beriman pada
Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata benar atau diam”.(HR.Bukhari-Muslim)
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ مَنْ
آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا
الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ اتَّبَعَ
عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ
يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“ wahai
sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya, janganlah
kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencari-cari aib
mereka karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan
mencari aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berda dalam
rumahnya”. (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban).
حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ
قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ
“Iman seorang hamba tidak
istiqomah sebelum hatinya istiqomah, dan hatinya tidak istiqomah sebelum
lidahnya istiqomah.”(HR. Ahmad)
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدَّمِيُّ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ
سَمِعَ أَبَا حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا
بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“ Siapa yang menjamin bagiku apa
diantara dua tulang dagunya (lidah) dan apa diantara dua kakinya (kemaluannya),
maka aku menjamin baginya surga.”(HR. al-Bukhari, Tirmudzi, dan Ahmad)
Ada dua
pelanggaran yang dilkukan oleh yang suka membicarakan orang lain, yaitu
pelanggaran terhadap hak Allah, karena ia melakukan apa yang dimurkainya, dan
tebusannya adalah dengan taubat dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang
kedua adalah pelanggaran terhadap kehormatan sesama. Jika ghibah telah di
dengar oleh orangnya maka dia harus menemuinya dan meminta maaf atas
perbuatannya dalam membicarakan aibnya. Dalam hal ini sangatlah berat karena
dosanya tidak hilang selama orang tersebut tidak memaafkan. Dalam hal ini Abu
Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ
سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ
فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ
حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
“ Siapa
yang melakukan suatu kedzoliman terhadap saudaranya, harta atau kehormatannya,
maka hendaklah ia menemuainya dan meminta maaf kepadanya dari dosa ghibah itu,
sebelum dia dihukum, sementara dia tidak memepunyai dirham atau pun dinar. Jika
dia memilki kebaikan, maka kebaikan-kebaikan itu akan diambil lalu diberikan
pada saudarnya itu. Dan jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan
saudaranya itu diambil dan diberikan padanya”. (HR. Bukhari)
C.
Motivasi Pendorong Ghibah dan Obat
Penawarnya
Dikarenakan
ghibah merupakan perbuatan yang sangat digandrungi sebagian besar dari kalangan
ibu-ibu, maka sebelum membicarakan solusi agar terhindar dari sifat ghibah,
terlebih dahulu menjelaskan sebab yang umum terjadinya ghibah dalam masyrakat,
berikut sebab-sebabnya;
1. Ingin
mengangkat derajat diri sendiri dengan membicarakan keburukan orang lain,
artinya untuk menguatkan posisinya atas orang lain, serta agar orang lain
menganggap ia yang lebih dari orang lain.
2. Karena penyakit hati seperti, iri dengan keberhasilan dan
kemulyaan teman atau tetangganya, sombong akan kelebihan diri sehingga
merendahkan orang lain dengan ghibah, serta balas dendam terhadap kejahatan
yang pernah orang lain lakukan terhadap dirinya.
3. Dalam rangka melampiaskan amarah yang memuncak, ketika ia
sedang marah maka ia melakukan ghibah untuk melampiaskan amarahnya tersebut.
4. Terkadang
terdapat dalam lelucon atau gurauan yang merendahkan orang lain.
5. Terkadang karena iba terhadap teman yang ditimpa kesedihan
karena perbuatan sesorang misalnya, maka ia dengan tidak sadar agar temannnya
merasa lega yaitu dengan menggunjing orang tersebut, dalam hal ini dikarenakan
salah paham dalam memahami maksud kesetiakawanan.
6. Dalam realita social, ghibah terjadi juga dikarenakan oleh
nilai materi, misalnya dalam tayangan infotaiment yang akan menjadi daya jual
bagi produser-produser televise.
Setelah mengetahui beberapa factor atau motivasi
diatas sebagai penyebab terjadinya ghibah di masyarakat hendaklah
dihindari dengan beberapa tips berikut;
1. Dengan
slalu ingat bahwa Allah sangat membenci seseorang yang mengunjing saudaranya, sedangkan
kebaikan akan kembali pada orang yang dibicarakan dan jika pun orang yang
dibicarakan tidak memilki kebaikan maka keburukannya akan kembali pada yang
menggunjing.
2. Jika terlintas dalam fikiran untuk melakukan ghibah, maka
hendaklah introspeksi diri dengan melihat aib diri sendiri dan slalu berusaha
memperbaikinya. Mestinya merasa malu jika membicarakan aib orang lain sedangkan
aib sendiri tidak terhitung jumlahnya.
3. Jika pun merasa tidak memiliki aib, maka hendaklah
senantiasa mensyukuri nikmat yang telah dilebihkan Allah, bukan malah dengan
mengotori diri dengan melakukan ghibah.
4. Menjada diri dari sifat-sifat tercela seperti iri dengki
dengan keberhasilan orang lain, sombong dengan kelebihan diri sendiri, serta
menjauhi sifat dendam.
5. Jika berghibah karena pengaruh teman, atau karena takut
dikucilkan karena tidak ikut serta dalam ghibah, maka hendaklah selalu
mengingat bahwa murka Allah terhadap siapa yang mencari keridhaan manusia
dengan sesuatu yang membuat Allah murka.
6. Berdo’a mohon perlindungan Allah agar terhindar dari
perbuatan-perbuatan keji. Serta sebisa mungkin menjauhi perkumpulan-perkumpulan
yang tidak bermanfaat.
D. Alasan-Alasan yang
ditolerir dalam Ghibah
Ada
beberapa hal yang ditolerir karena menyebut-nyebut keburukan orang lain adalah
yang mempunyai tujuan yang benar menurut sayri’at yang tujuan ini menurutnya
tidak dapat dicapai kecuali hanya dengan cara itu, dalam hal ini dosa ghibah
dianggap tidak ada, diantarnya adalah:
1. Karena adanya tindak kedzoliman, orang yang didzolimi boleh
menyebut keburukan orang yang berbuat dzolim kepada sesorang yang mampu atau
bisa mengembalikan haknya (penguasa/pemerintah, hakim atau yang berwenang dalam
memutuskan perkara yang hak), dalam al-Qur’an surah an-Nisa ayat 148 Allah
berfirman: لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ
بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
“ Allah tidak mencintai orang
yang suka menceritakan keburukan orang lain kecuali bagi orang yang teraniaya,
dan Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui”
2. Sebagai sarana untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan
orang dzlim atau yang berbuat maksiat kepada jalan yang benar (memperingati
dari kejahatan). Dalam hal ini umat muslim saling tolong-menolong dalam beramar
ma’ruf nahi munkar.
3. Dibolehkan dalam menyebutkan ciri-ciri seperti pincang, si
buta, si pendek agar orang lain cepat faham (bukan membicarakan keburukan akan
tetapi mengungkapkan bentuk atau cirri kepada orang yang bertanya).
4. Dalam hal ini ulama sepakat dalam menilai rawi (al-Jarh
wa Ta’dil) boleh dan bahkan harus diungkapkan pada kaum muslimin untuk
kemaslahatan dalam beribadah (ini kaitannya dalam penelitian hadits sohih atau
do’if).
5. Boleh menceritakan kepada khalayak ramai tentang orang yang
melakukan perbuatan yang terlarang, seperti mabuk-mabukan, menjarah, dan
perbuatan bathil lainnya, seperti dalam hadits Nabi berikut, (Ibn Qudaimah, h.
214).
6. Dalam rangka meminta fatwa, artinya dalam rangka membela
haknya, namun dalam menyebutkan keburukan lebih baiknya dengan kat-kat yang
halus.
E.
Kontekstualisasi Hadits tentang
Ghibah dalam Realita Sosial (Infotaiment)
Ghibah
atau bergunjing dalam masyarakat menyebabkan ketidaknyamanan, ini artinya bhawa
ghibah merupakan perbuatan yang benar-benar harus dihindarkan dalam kehidupan
sehari-hari. Berita gosip di Televisi misalnya, lama-kelamaan pemberitaan dalam
stasiun Televisi yang mengumbar-ngumbar aib sesorang seakan sekarang sudah
menjadi bagian dari konsumsi masyarakat, dan lebih parahnya berita-berita
tersebut sangat digandrungi. Dan hal ini jika terus dibudaykan maka berghibah
atau menggunjing orang lain sudah menjadi hal biasa dalam masyarakat khusunya
kita Indonesia, setiap pagi disuguhkan dengan berita-berita aib orang lain
seperti perselingkuhan, perceraian dan bahkan terkesan propokatif. Hal ini
jelas-jelas melanggar ajaran Islam yang melarang mencela, menggunjing, dan
meremehkan orang lain. Meskipun memang dalam hokum Islam ghibah atau gosip
tidak memilki sanksi yang disebut denagn Ta’dzir, hanya diterangkan
bahwa bagi pelakunya akan mendapat dosa atau azab siksa yang berat.
Dalam
permasalahan ghibah atau gossip, beberapa komunitas atau lembaga baik
pemerintah maupun non pemerintah misalnya Majlis Nahdatul ‘Ulama telah
mengeluarkan fatwa haram terhadap infotaiment dengan alasan bahwa acara gossip
cenderung membuka aib dan mempergunjingkan keburukan orang lain, hal ini
tergolong ghibah dan hukumnya haram.
Dalam
hadits nabi yang menyatakan tentang ghibah ada dua hal yang sangat urgen yaitu
“menceritakan aib” dan “benci jika ia mengetahui” maka dari dua
kalimat inti tersebut dapat kita simpulkan bahwa yang ternasuk ghibah adalah
yang membuka iab orang lain dan jika ia mngetahui maka ia tidak suka dan
akibatnya akan mendatangkan permusuhan, kemarahan, dan bahkan bisa pembunuhan.
Dalam kasus ini yang perlu kita cermati dalam relita social kita, infotaiment
misalnya yang memberitakan seorang public figure dimana terkadang sanag public
figure tersebut merasa diuntungkan dengan adanya pemberitaan mengenai dirinya,
akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah khawatir akan adanya pergeseran
pemahaman masyrakat tentang makna bahaya ghibah, dan itu akan dianggap sepele.
Sedangkan hukuman bagi yang menggosip adalah tidak ringan seperti yang
dijelaskan dalam surah al-Hujurat ayat 12, disana ghibah dianalogikan seperti
seseorang yang memakan daging saudaranya yang sudah busuk.
Dari
pemaparan tentang gosip di infotaiment diatas dapat disimpulkan bahwa berita
yang memalukan seperti perceraian, perselingkuhan, putus cinta, seks bebas
termasuk unsur ghibah yang tidak ingin dikonsumsi public karena mendorong
ahl-hal yang akan merusak. Sedangkan berita-berita bahagia seperti pernikahan
(walaupun tidak semua mereka ingin diberitakan) jika ditarik pada makan ghibah
diatas ini bukan termasuk dalam kategori ghibah.
BAB III
KESIMPULAN
Dari keterangan al-Qur’an dan hadits Nabi di atas jelaslah bahwa ghibah
merupakan perbuatan tercela yang harus dihindari oleh muslim karena akan
mengakibatkan perselisihan dikalangan masyarakat. Ghibah akan mendatangkan
banyak mudharat, diantaranya perselisishan, permusuhan, dendam, perceraian dan
bahkan bisa saja terjadi pembunuhan. Islam sebagai agama Rahmatan lil
‘Alamin mencegah hal-hal tersebut, dan mengecam bagi yang melakukan
perbuatan tersebut akan mendapatkan siksaan Allah.
Ghibah dapat dicegah dengan slalu mengingat bahwa Allah Maha Melihat dan Maha
Mengetahui, ingat akan aib diri sendiri, dan tidak iri dengan keberhasilah
saudaranya serta senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah.
Adapun ghibah yang dibebaskan atau ditolerir adalah ghibah dalam hal amr
ma’ruf nahi munkar, dalam rangka menegakkan kebenaran, dalam hal ini
termasuk berita tentang kasus suap (korupsi).
Melihat realita masyarakat dewasa ini ghibah seakan dianggap sepele karena
masyarakat slalu disuguhi dengan berita-berita selebriti dari pagi hingga
siang, terkadang sangat berlebihan dan tidak proporsional. Ini akan menimbulkan
berbagai problem dalam masyarakat. Namun tidak semuanya gossip tersebut
mengandung unsure ghibah seperti penjelasan hadits Nabi diatas.
DAFTAR PUSTAKA
CD
Room Kutub Tis’ah
al-Ghazali,
Imam. Bahaya Lisan dan Cara Mengatasinya,terj. A. Hufaf Ibry.
Surabaya: Tiga Dua. 1995.
An-Nawawi,
al-Adzkar, terj. M. Tarsi Hawi. Bandung: Pustaka Ma’arif. 1984.
Abullah
bin Jarullah, Awas Bahaya Lidah, terj. Abu Haidar dan Abu Fahmi.
Jakarta: Gema Insani Press. 2004.
Ibnu
Qudamah, Jalan Orang-Orang yang Dapat Petunjuk, terj. Kathur Suhardi.
cet XIII. Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2007.
Taimiyah
dkk, Ghibah, terj. Abu Azzam. Jakarta: Pustaka Kautsar. 1992.
Suhaimi, Muhammad Yasin. Bahaya
Lisan Menurut al-Qur’an dan Sunnah. Malang: UMM Press. t.th
Refrensinya
BalasHapusMana
HapusRefrensi
BalasHapus